RJP ANAK
A. BLS
1. Pengertian BLS (Basic Life Support)
BLS (Basic Life Support) adalah tindakan pemberian pertolongan, pengobatan, dan perawatan pertama yang bersifat darurat dan harus dilaksanakan secara cepat, tepat, dan serasi ketika menangani korban kecelakaan dan bencana dengan kondisi gawat mengancam nyawa sebelum dirujuk ke rumah sakit atau sarana kesehatan lainya yang lebih maju (Tim Bantuan Medis Panacea, 2013). Kondisi gawat mengancam nyawa diantaranya seseorang yang mengalami henti jantung dan henti nafas (AHA, 2010). Pada BLS, tindakan pertolongan yang diberikan adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan pemeriksaan primary survey.
Pemeriksaan primary survey dilakukan untuk segera mengetahui kondisi klien agar segera tertolongi dengan efektif. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan dengan standar A-B-C (Airways, Breathing, Chest Compression) (AHA, 2005) atau C-A-B (Chest Compression, Airways, Breathing) (AHA, 2010). Pada standar A-B-C, terbukanya jalan napas menjadi prioritas karena dengan terbukanya jalan napas, maka langkah berikutnya yaitu pertolongan pemberian breathing pada korban akan lancar sehingga korban mendapat bantuan napas segera saat ia mengalami henti napas. Standar C-A-B adalah keluaran dari AHA 2010. Perubahan standar ini dilakukan dengan alasan bahwa kebanyakan kasus tidak sadar adalah kasus kerdiogenik (misalnya: henti jantung, atau terlihat tanda-tanda serangan jantung), sehingga dalam penanganannya yang harus diutamakan adalah circulation. Menurut AHA (2015) dalam kondisi tidak tersedianya data baru, urutan 2010 belum diubah. Konsistensi dalam urutan kompresi, airway, dan napas buatan untuk CPR pada korban dari semua golongan usia mungkin paling mudah diingat dan dilakukan oleh penolong yang menangani pasien dari berbagai golongan usia. Menjaga urutan yang sama untuk pasien dewasa dan anak-anak akan menciptakan konsistensi dalam pengajaran.
2. Tujuan Dilakukan BLS
Tujuan dari diberikanya BLS menurut Tim Bantuan Media Panacea (2013) adalah :
- Mencegah kematian atau menyelamatkan nyawa seseorang
- Mencegah atau mengurangi komplikasi (cacat/infeksi)
- Menunjang upaya penyembuhan
B. RJP (Resusitasi Jantung Paru) atau CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)
1. Pengertian RJP (Resusitasi Jantung Paru)
RJP adalah kombinasi penyelamatan pernapasan melalui mouth-to-mouth dan kompresi dada. Hal ini dilakukan utuk membantu menjaga darah dan oksigen beredar ke jantung dan otak dari orang yang jantungnya telah berhenti berdetak (Heart Foundation, 2011). RJP terdiri dari penggunaan kompresi dada dan ventilasi buatan untuk mempertahankan aliran peredaran darah dan oksigenasi selama serangan jantung (Bon, 2017). RJP atau CPR berguna dalam banyak keadaan darurat, seperti serangan jantung dimana pernapasan atau detak jantung seseorang telah berhenti. American Heart Association merekomendasikan setiap orang baik yang terlatih dan tenaga medis memulai CPR dengan kompresi dada ( Mayo Clinic Staff, 2017).
- Fibrilasi ventrikel (VF)
- Pulseless takikardia ventrikel (VT)
- Aktivitas listrik pulseless (PEA)
- Bradikardia pulseless
- Mencegah terjadinya cedara dan henti jantung
- Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang kuat
- Aktivasi Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
- Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif
- Melakukan resusitasi pasca henti jantung secara terintegrasi
- Keamanan : Pastikan 3A, yaitu aman pasien, aman penolong, dan aman lingkungan.
- Korban tidak menunjukkan reaksi : Teriaklah untuk mendapatkan pertolongan terdekat. Aktifkan sistem tanggapan darurat atau Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) melalui perangkat bergerak (jika tersedia).
- Perhatikan apakah napas terhenti atau tersengal dan periksa denyut.
- Bernapas normal, ada denyut : Aktifkan sistem tanggapan darurat (jika belum dilakukan). Kembali pada korban dan pantau hingga tenaga medis tiba.
- Bernapas tidak normal, ada denyut : Berikan napas buatan, 1 napas buatan setiap 3-5 detik atau sekitar 12-20 napas buatan/menit. 1) Tambah kompresi jika denyut tetap ≤60/menit dengan tanda perfusi buruk. 2) Aktifkan sistem tanggapan darurat (jika belum dilakukan) setelah 2 menit. 3) Terus berikan napas buatan , periksa denyut kurang lebih setiap 2 menit. Jika tidak ada denyut, mulai CPR.
- Napas terhenti atau tersengal, tidak ada denyut a) Korban terlihat jatuh mendadak? (YA) : Aktifkan sistem tanggapan darurat (jika belum dilakukan), lalu ambil AED/defibrillator. (TIDAK) : Lakukan CPR, CPR untuk satu penolong mulai siklus 30 kompresi dan 2 napas buatan (30:2). Jika penolong kedua datang, gunakan rasio 15:2. Gunakan AED segera setelah tersedia. Dalam CPR jika tidak ada bukti pediatrik yang cukup, sebaiknya gunakan kecepatan kompresi dada orang dewasa yang disarankan mulai dari 100-120/menit untuk bayi dan anak-anak. Penempatan tangan, 2 tangan atau 1 tangan (opsional untuk anak yang sangat kecil) berada diseparuh bagian bawah tulang dada (sternum), dengan kedalaman minimum sepertiga dari diameter AP (anteroposterior) dada, sekitar 2 inci (5 cm). Lakukan rekoil penuh dada setelah setiap kali kompresi, jangan bertumpu diatas dada setelah setiap kali kompresi.
- Jika penolong masih sendiri kurang lebih setelah 2 menit, aktifkan sistem tanggapan darurat, lalu ambil AED (jika belum dilakukan). AED menganalisis ritme, ritme dapat dikejut? (YA), ritme dapat dikejut : Terapkan satu kejut. Segera lanjutkan dengan CPR kurang lebih selama 2 menit (hingga AED membolehkan pemeriksaan ritme). Lanjutkan hingga tenaga ALS mengambil alih atau korban mulai bergerak. Ritme yang dapat dikejut atau dilakukan difibrilasi adalah VF dan VT tanpa nadi. Pada kondisi VT atau VF, sebelum dilakukan RJP/CPR, harus dilakukan shock dengan defibrilator terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pemberian RJP.
- (TIDAK), ritme tidak dapat dikejut : Segera lanjutkan dengan CPR kurang lebih selama 2 menit (hingga AED membolehkan pemriksaan ritme). Lanjutkan hingga tenaga ALS mengambil alih atau korban mulai bergerak. Ritme yang tidak dapat dikejut adalah asistol, pada keadaan asistol CPR harus dimulai sebelum irama diidentifikasi dan harus dilanjutkan sementara defribrilator sedang diterapkan dan dicharged. Selain itu, CPR harus dilakukan kembali segera setelah adanya kejutan defribrillatory sampai keadaan denyutan stabil (Harlangga, 2017)
- Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
- Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter).
- Seorang dokter mengambil alih tangung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya).
- Penolong terlalu lelah sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi.
- Pasien dinyatakan mati.
- Setelah dimulai resusitasi ternyata diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih (yaitu sesudah setengah atau satu jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP).
- American Heart Association. (2010). American Heart Association Heart Disease & Stroke Statistics. Texas: American Heart Association.
- American Heart Association. (2015). Fokus utama pembaruan pedoman American Heart Association 2015 untuk CPR dan ECC. Texas: American Heart Association.
- Bon, C. A. (2017). Cardiopulmonary Resuscitation (CPR). Diakses pada 5 Maret 2017, dari: http://emedicine.medscape.com/article/1344081-overview
- FK UNHAS. (2015). Buku Panduan Keterampilan Blok Reproduksi Resusitasi Neonatus. Diakses pada 27 Februari 2017 dari : http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2015/03/ BUKU-PANDUAN-KETERAMPILAN-BLOK-REPRODUKSI.pdf
- Ghantikumar, K. (2016). Indikasi dan keterampilan resusitasi jantung paru (RJP). ISM, 6(1), 1-2.
- Harlangga. (2017). Ventricular Tachicardia. Diakses pada 15 Maret 2017, dari : http://www.academia.edu/9711109/KARDIO_VT
- Health Grades. (2015). Some of the causes in children for Hypoxia in children may include [Internet]. Right Diagnosis From Healthgrades. Diakses pada 11 Maret 2017, dari: http://www.rightdiagnosis.com/symptoms/hypoxia_in_children/causes.html
- Heart Foundation. (2011). CPR-cardiopulmonary resuscitation. Diakses pada 5 Maret 2017, dari: www.heartfoundation.org.au
- Lakesma FKUB. (2014). Mari kita kenali Autometic External Defibrillator (AED). Diakses pada 7 Maret 2017, dari: http://lakesma.ub.ac.id/2014/06/mari-kita-kenali-automatic-external-defibrillator-aed/
- Mayo Clinic Staff. (2017). Cardiopulmonary resuscitation (CPR): First aid. Diakses pada 5 Maret 2017, dari: http://www.mayoclinic.org/first-aid/first-aid-cpr/basics/art-20056600
- Medicinesia. (2010). Kapan resusitasi dilakukan. Diakses pada 11 Maret 2017, dari: www.medicinesia.com/kapan-resusitasi-dilakukan/
- RSCM. (2015). Pelatihan internal RSCM bantuan hidup dasar 2015. Diakses pada 28 Februari 2017, dari : www.rscm.co.id
- Tim Bantuan Medis Panacea. (2013). Basic life support (edisi ke-13). Jakarta: EGC.
- Yuniar, I. (2014). Bantuan hidup dasar pada anak. CDK-220, 41(9), 707-709.