Tuesday, 8 November 2016

Apendisitis

Apendisitis

1. Anatomi Apendiks
Apendiks atau usus buntu adalah bagaian dari usus yang muncul seperti corong dari akhir saikum pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat melewati oleh beberapa isi usus. Vertikulum seperti cacing dengan panjang mencapai 18 cm terbuka ke arah seikum sekitar 2,5 cm di bawah katub ileosekal. Apendiks tergantung dan menyilangkan pada linea terminalis masuk kedalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang pada seikum untuk organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang menimbulkan perforasi. (Cah,2016)

Gambar 1. Anatomi Apendiks

Menurut (Sjamsuhidajat, 2004 dalam Hasya, 2011) secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang saraf vagus yang mengikuti lapisan mesenterika superior dan apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari saraf torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Perdarahan apendiks berasal dari apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Apendiks menghasilkan lendir sampai 2 ML perhari. Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks atau dengan nama lain igA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. 




2. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformisPenyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000 seperti dikutip dalam Agustin, 2016). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001) dalam Agustin (2016), Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab untuk bedah abdomen darurat.
Infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus dan obstruksi lumen (penyebab utamaapendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Kumar, 2007 seperti dikutip dalam Selvia 2010).

3. Klasifikasi 
Menurut (Sjamsuhidayat, 2005 seperti dikutip dalam Agustin, 2016). 

A. Apendisitis akut
Tampil dengan gejala khas yaitu oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney (1/3 lateral garis imajiner yang menghubungkan Spina Iliaka Anterior Superior (SIAS) dan umbilikus). Di sini nyeri dirasakan lebih tajam.

B. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu dan radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

Way dan Doherty (1994) dalam Selvia (2010) menyebutkan klasifikasi apendisitis, yaitu:
A. Apendisitis akut
1) Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Apendisitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Apendisitis) 
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3) Apendisitis Akut Gangrenosa 
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

B. Apendisitis Kronis 
Apendisitis kronis merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
1) Apendisitis Infiltrat 
Apendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
2) Apendisitis Abses 
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
3) Apendisitis Perforasi 
Apendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.


4. Etiologi
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Distensi dari obstruksi lumen menyebabkan kompromi suplai darah yang terjadi pada dinding apendiks yang dapat menyebabkan iskemia, pertumbuhan bakteri dan translokasi. Hal ini dapat mengakibatkan perforasi jika tidak segera ditangani (Abeles & Murphy, 2016).Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Distensi dari obstruksi lumen menyebabkan kompromi suplai darah yang terjadi pada dinding apendiks yang dapat menyebabkan iskemia, pertumbuhan bakteri dan translokasi. Hal ini dapat mengakibatkan perforasi jika tidak segera ditangani (Sjamsuhidajat, 2004 dalam Hasya, 2011).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan rendah serat dan pengaruh konstipasi mempengaruhi timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, 2004 dalam Hasya, 2011).

5. Penatalaksanaan 

A. Tindakan
Menurut Akhyar, 2008 dalam Nur Agustin (2016), Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru dan efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.
Menurut Eylin,2009 terdapat teknik terbaru pada penatalaksanaan apendisitis yaitu dengan laparoskopi. Laparoskopi adalah prosedur pembedahan dengan fiberoptik yang dimasukkan kedalam abdomen dengan melalui insisi kecil yang dibuat pada dinding abdomen. Denagan laparoskopi lita bisa melihat langsung apendiks, organ abdomen dan pelvis yang lain. Jika apendisitis ditemukan, apendiks dapat langsung diangkat melalui insisi kecil tersebut. Laparoskopi dilakukan dengan anestesi general. Keuntungannya setelah operasi, nyerinya akan lebih sedikit karena insisinya kecil serta pasien bisa kembali beraktivitas lebih cepat. Keuntungan lain adalah dengan laparoskopi ini ahli bedah dapat melihat abdomen terlebih dahulu jika diagnosis apendisitis diragukan. 

Menurut Mansjoer dalam Katerin (2011), penatalaksanaan apendisitis terdiri dari:
1. Sebelum operasi 
a.  Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi 
b. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin 
c.  Rehidrasi 
d. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
e.Obat(obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai 
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi  
2. Operasi 
a.  Apendiktomi 
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika 
c.  Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan    
3. Pasca Operasi 
a.Observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan. 
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah 
c.  Baringkan pasien dalam posisi semi fowler 
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam pasien dipuasakan 
e.  Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. 
f.  Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak 
g. Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit 8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar 
h. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang  Apendiktomi harus dilakukan dalam beberapa jam setelah diagnosis ditegakkan (Pieter, 2005). 
Jika apendiks telah perforata, terutama dengan peritonitis menyeluruh, resusitasi cairan yang cukup dan antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan beberapa jam sebelum apendiktomi. Pengisapan nasogastrik harus digunakan jika ada muntah yang berat atau perut kembung. Antibiotik harus mencakup organisme yang sering ditemukan (Bacteroides, Escherichia coli, Klebsiella, dan pseudomonas spesies). 
B. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dalam Katerin (2011), komplikasi potensial setelah apendiktomi antara lain: 
1. Peritonitis  
Observasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan abdomen, dan takikardia. Lakukan penghisapan nasogastrik konstan. Perbaiki dehidrasi sesuai program. Berikan preparat antibiotik sesuai program. 
2. Abses pelvis atau lumbal 
Evaluasi adanya anoreksi, menggigil, demam, dan diaforesis. Observasi adanya diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis, siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal. Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif. 
3. Abses Subfrenik (abses dibawah diafragma) 
Bila terbentuk abses appendik maka akan teraba massa pada kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung pada rektum atau vagina. Kaji pasien terhadap adanya menggigil, demam, diaforesis. Siapkan untuk pemeriksaan sinar-x. Siapkan drainase bedah terhadap abses. 
4. Ileus 
Kaji bising usus. Lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik. Ganti cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program. Siapkan untuk pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis ditegakkan.
7. ASKEP
Diagnosa Keperawatan :
1. Nyeri akut b.d Inflamasi & Infeksi
2. Ansietas b.d Prognosisi Penyakit Program Pembedahan
3. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Gastrointestinal b.d Proses Infeksi
4. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Cairan Aktif, Mekanisme Kerja Peristaltik Usus Menurun
5. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Faktor Biologis, Ketidak Mampuan Mencerna
6. Resiko Infeksi b.d Ketidakadekuatan Pertahan Tubuh
7. Hipertermi b.d Respon Inflamasi Gastrointestinal
8. Kerusakan Jarigan b.d Hipoksia Jaringan Apendic
9. Gangguan Rasa Nyaman b.d Efek Anastesi
Prioritas Masalah :
1. Nyeri akut b.d Inflamasi & Infeksi
2. Ansietas b.d Prognosisi Penyakit Program Pembedahan
3. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Gastrointestinal b.d Proses Infeksi
4. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Cairan Aktif, Mekanisme Kerja Peristaltik Usus Menurun















DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Nur. (2016). Bab II Konsep Dasar. Diakses pada tanggal 25 September 2016.Dari:http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-agustinnur-5451-2-babii.pdf
Anonimus (2016). Appendicitis. Diakses pada tanggal 7 November 2016. Diakses   dari :http://images.medicinenet.com//images/slideshow/appendicitis_s1_appendix_illustration.jpg
Anonimus (2016). Appendicitis. Diakses pada tanggal 7 November 2016. Diakses  dari : http://www.nhs.uk/Conditions/appendicitis/Pages/Introduction.aspx
Eylin. (2009). Karakteristik Pasien Literatur. pada tanggal 25 September 2016.  Dari:http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122559-S09008fk-Karakteristik%20pasien -Literatur.pdf
Naulibasa, Katerin. (2011). Gambaran Penderita Apendisitis Perforata Umur 0-14 Tahun di RSUP H. Adam Malik. Diakses pada tanggal 25 September 2016.Dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23502/4/Chaper%20II.pdf
Abeles,A & Murphy,J. (2016). Appendicitis and lower gastrointestinal emergencies. Diakses pda tanggal 25 Oktober 2016, dari: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0263931916301120
Hasya, M.N. (2011). Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam Penegakan Diagnosis Apndisitis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode 2008-2011. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2016, dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf
Cah, N. N. (2016). Asuhan keperawatan klien Tn. A dengan post apendiktomi di Ruang Umar Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Diakses pda tanggal 25 Oktober 2016, dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-novinurcah-5123-2-babii.pdf
Agustin, N. (2016). Perawatan pada klien pre dan post operasi apendiktomi dan   aplikasinya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien post operasi apendiktomi. Diakses pada 25 Oktober 2016, dari:http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-agustinnur-5451-2-babii.pdf
Selvia, B. (2010). Karakteristik penderita apendisitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara Ii Medan TAHUN 2005-2009Diakses pada 25 Oktober 2016, dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19162/4/Chapter%20II.pdf

RJP Anak

  RJP ANAK A. BLS     1. Pengertian BLS ( Basic Life Support) BLS ( Basic Life Support ) adalah tindakan pemberian pertolongan, pengobatan, ...